Hiu Thresher (Alopias spp.) baru saja ditambahkan ke dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES, Appendix II)(CoP 17 Prop.43). Mereka merupakan salah satu dari seluruh spesies pelagis yang paling rentan dan diperkirakan populasinya telah menurun sekitar 83%, sebagai akibat dari tangkapan sampingan atau menjadi target tangkapan.
Proyek kami bertujuan memiliki inisiasi terhadap konservasi Alopias pelagicus pada skala lokal dengan menyediakan informasi mengenai status risiko populasi dan habitat. Informasi diperlukan untuk mendukung baik pemerintah lokal maupun pemerintah nasional dalam mengimplementasi resolusi Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) untuk konservasi dan manajemen Hiu Thresher.
Thresher Shark Indonesia, merupakan konservasi hiu Thresher pertama di Indonesia. Tahun lalu selama tahun pertama kami beroperasi, kami berhasil melengkapi beberapa tujuan berikut di daerah Alor, di mana proyek kami berada.
Total terdapat 18 nelayan di dua kota utama yang menggunakan perahu berukuran sedang untuk keluar dan menargetkan Hiu Thresher sebagai tangkapan mereka. Tuna dan kakap merupakan tangkapan yang paling bernilai tinggi untuk mereka. Meski demikian, saat tidak memungkinkan untuk menangkap ikan jenis tersebut, para nelayan menjadikan Hiu Thresher sebagai target karena mereka merupakan tangkapan yang juga bernilai.
Hiu Thresher tidak memiliki nilai tradisi dan budaya yang spesifik. Mereka dijadikan target saat tidak ada tangkapan yang lainnya. Dagingnya lebih berharga daripada siripnya. Menangkap hiu Thresher merupakan suatu bentuk untuk mencari nafkah bagi para penduduk desa.
Selama kami berada di lapangan, kami mendokumentasikan 50 kasus pendaratan hiu Thresher. Dari 50 kasus, 24 individu yang tertangkap adalah betina dan 12 diantaranya sedang hamil. April merupakan bulan dengan jumlah penangkapan Hiu Thresher tertinggi di Alor.
Kami berkolaborasi dengan dive centers/resorts di sekitar Alor dengan menyediakan log sheet apabila mereka melihat adanya hiu Thresher. Log sheet digunakan untuk mengidentifikasi situs penyelaman utama Hiu Thresher yang sering dikunjungi oleh hiu tersebut. Dive centers secara sukarela mengisi log sheet secara harian dan secara berkala menyerahkan data kepada tim kami.
Kami merupakan kelompok penanda Hiu Thresher pertama di perairan Indonesia. Penanda satelit MiniPAT digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan dan cakupan rumah dari Hiu Thresher. Penanda satelit kami memperlihatkan bahwa hiu berpindah pada sisi Utara ke Laut Banda, lalu sisi Selatan ke arah Perairan Nusa Tenggara Timur (Laut Sawu). Data ini telah menyediakan informasi penting mengenai pergerakan hiu di Laut Sawu, salah satu dari Suaka Laut terbesar dan satu dari area perikanan yang paling produktif di Indonesia.
Kami mengundang nelayan hiu lokal untuk membantu kami dalam proses penandaan hiu. Kolaborasi dengan nelayan hiu lokal ini telah membantu kami untuk membangun kepercayaan dengan komunitas nelayan lokal. Kami juga telah belajar untuk menggabungkan pengetahuan lokal dari pengalaman para nelayan hiu ini guna memahami mengenai proses, cara mendapatkan, menarik, dan menangkap Hiu Thresher. Berdasarkan pengetahuan lokal, kami belajar bahwa Hiu Thresher biasanya memiliki jumlah yang besar pada saat musim upwelling, oleh karena itu aktivitas memancing meningkat dan berfokus pada Hiu Thresher.
Data sosial ekonomi dikumpulkan secara kuantitatif maupun kualitatif melalui kuesioner dan fokus pada diskusi kelompok. Kami mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan untuk menilai perspektif komunitas terhadap penangkapan Hiu Thresher dan mengidentifikasi kemungkinan adanya mata pencaharian alternatif di masa depan. Hal ini untuk menggantikan mata pencaharian dari penangkapan Hiu Thresher. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menginformasikan pemangku kepentingan mengenai proyek penemuan dan juga mendapatkan masukan serta membangun rencana pengembangan untuk Perlindungan Hiu Thresher di daerah Alor.
Survei kami menemukan bahwa secara umum para nelayan tidak memahami pentingnya konservasi laut, secara spesifik. Mereka tidak memahami mengapa penting untuk melindungi Hiu Thresher di Alor. Mereka menduga bahwa dengan meningkatnya perlindungan terhadap hiu Thresher di area tersebut akan mempengaruhi mata pencaharian mereka. Namun, para nelayan setuju bahwa mereka akan berkontribusi terhadap konservasi dari hiu Thresher selama mata pencaharian mereka terlindungi melalui pendapatan alternatif.
Kami mengadakan aktivitas penjangkauan konservasi di dua desa utama nelayan Hiu Thresher dan dua universitas. Kami juga membuat buku cerita mengenai Hiu Thresher untuk murid yang lebih kecil sehingga mereka dapat belajar mengenai biologi dari Hiu Thresher, ancamannya dan usaha konservasi.
Penangkapan Hiu Thresher di Alor sebelumnya tidak diketahui oleh institusi pemerintah. Dengan adanya proyek ini, membuka pengumpulan data berkesinambungan mengenai perikanan dan data habitat dari spesies ini di daerah Timur yang kerap mengalami kekurangan data.
Aktivitas penelitian sosial ekonomi kami telah berhasil melibatkan komunitas dengan pemangku kepentingan yang berkaitan mengenai isu Hiu Thresher di daerah Alor. Aktivitas penjangkauan telah berhasil dilakukan pada 141 pelajar SD setempat di kedua desa nelayan hiu, 113 mahasiswa dari dua universitas dan 17 komunitas pemuda dan organisasi lokal. Kami juga memperluas penjangkauan melalui radio lokal, koran dan acara Alor Expo yang telah meningkatkan kesadaran mengenai ekologi dari Hiu Thresher dan habitat di daerah Alor kepada masyarakat umum.
Penting untuk dicatat bahwa, proyek ini telah menarik perhatian dari Bupati Alor, sebagai hasil dari promosi yang luas melalui radio, expo, dan dari mulut ke mulut. Bupati Amon Djobo, sebagai bupati Alor saat ini, secara langsung mengundang anggota tim proyek kami untuk menampilkan temuan kami di kantor beliau. Bupati menyampaikan komitmennya untuk mendukung konservasi Hiu Thresher di Kabupaten Alor. Mendata konservasi Hiu Thresher ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (rencana pembangunan dalam lima tahun) merupakan hal yang ditawarkan dalam diskusi, yang mana spesies ini berpotensi untuk dilindungi secara lokal oleh regulasi bupati sebagai spesies utama di Alor. Perhatian khusus ini telah membuka kesempatan untuk menciptakan dampak yang lebih besar bagi proyek kami di masa depan.