Salah satu objektif dari proyek kami adalah menggunakan survei perikanan, penanda satelit, dan citizen science untuk menemukan penggunaan habitat dan banyaknya spesies hiu Thresher di area pemancingan utama dan daerah penyelaman disekitar Alor.
Kami merupakan kelompok pertama yang menandai hiu Thresher di perairan Indonesia. Pada tahun pertama kami beroperasi, kami menggunakan penanda satelit MiniPAT untuk identifikasi pergerakan dan area rumah dari hiu Thresher secara individu yang berada di Alor.
Proses penangkapan dan penandaan hiu merupakan suatu upaya kolaboratif yang luar biasa dari kami, tim Thresher Shark Project dengan nelayan hiu lokal dan perusahaatan penyelaman Liveboard (Samata Liveboard), bersama dengan bantuan dan dukungan dari Conservation International. Hiu Thresher ditangkap dengan menggunakan cara tradisional dari nelayan hiu lokal dan saat berhasil ditangkap kemudian difoto, diukur dan disesuaikan dengan penanda satelit MiniPAT. Saat penanda berhasil dimasukkan dengan benar, maka hiu Thresher dikembalikan ke laut.
Penanda Satelit Hiu Thresher dan Tingkah Laku
Hiu Thresher yang ditangkap rata-rata berukuran 150 cm (seukuran garpu) dan merupakan hiu betina. Penanda satelit bertahan di dalam tubuh hiu selama 6 bulan (177 hari). Untuk kemudian lepas secara premature. Dari alat tersebut, kami dapat menerima data yang bernilai mengenai pergerakan individu hiu selama 6 bulan saat penanda berada di tubuh hiu.
Awalnya hiu berpindah sejauh kurang lebih 300 km ke utara, ke arah Laut Banda dan kemudian ke arah selatan Laut Sawu. Kami juga menyadari adanya migrasi diel vertical yang signifikan diantara individual. Migrasi diel merupakan suatu pergerakan naik ke atas atau turun ke bawah pada kedalaman perairan dalam sehari (dari perairan dangkal ke perairan dalam). Kedalaman rata-rata dari Hiu Tikurs betina yang dipasang tanda, pada siang hari adalah 50-75m dan kemudian 150-200 m pada malam hari. Maximum kedalaman selamannya dalam 6 bulan mampu mencapai 450m.
Berdasarkan dari pengetahuan lokal yang diberikan oleh nelayan hiu, ada banyak jumlah hiu selama musim upwelling (naiknya massa air di lapisan bawah ke permukaan). Musim upwelling terjadi selama musim hujan di tenggara. Perlu studi lebih lanjut dan riset yang mendalam untuk lebih memahami korelasi antara kehadiran Hiu Tikus dan kondisi oseanografi di Alor.
Harapan kami ke depan adalah untuk bisa menandai lebih banyak hiu Thresher, untuk menambah pemahaman lebih mengenai pergerakkan dan tingkah laku mereka di kabupaten Alor. Hal ini lantaran, informasi ini penting untuk implementasi yang efektif mengenai rencana pengelolaan konservasi spesies ini.